Metode Pembelajaran
Problem Possing
Menurut Brown dan Walter dalam Kadir (2006:7), pada
tahun 1989 untuk pertama kalinya istilah problem posing diakui secara resmi
oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) sebagai bagian dari
national program for re-direction of mathematics education (reformasi
pendidikan matematika). Selanjutnya istilah ini dipopulerkan dalam berbagai
media seperti buku teks, jurnal serta menjadi saran yang konstruktif dan
mutakhir dalam pembelajaran matematika. Problem posing berasal dari bahasa
Inggris, yang terdiri dari kata problem dan pose. Problem diartikan sebagai
soal, masalah atau persoalan, dan pose yang diartikan sebagai mengajukan
(Echols dan Shadily, 1990:439 dan 448). Beberapa peneliti menggunakan istilah
lain sebagai padanan kata problem posing dalam penelitiannya seperti
pembentukan soal, pembuatan soal, dan pengajuan soal (Yansen, 2005:9).
Suryanto (Sutiarso: 2000) mengemukakan bahwa problem
posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, sebagai padanan katanya
digunakan istilah “merumuskan masalah (soal)” atau “membuat masalah (soal)”.
Sedangkan menurut Silver (Sutiarso: 2000) bahwa dalam pustaka pendidikan
matematika, problem posing mempunyai tiga pengertian, yaitu: pertama, problem
posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada
dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka
memecahkan soal yang rumit (problem posing sebagai salah satu langkah problem
solving). Kedua, problem posing adalah perumusan soal yang berkaitan dengan
syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka mencari alternatif
pemecahan lain (sama dengan mengkaji kembali langkah problem solving yang telah
dilakukan). Ketiga, problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari
situasi yang diberikan.
Sedangkan The Curriculum and Evaluation Standard for
School Mathematics merumuskan secara eksplisit bahwa siswa harus mempunyai
pengalaman mengenal dan memformulasikan soal-soal (masalah) mereka sendiri.
Lebih jauh The Professional Standards for Teaching Mathematics menyarankan hal
yang penting bagi guru-guru untuk menyusun soal-soal mereka sendiri. Siswa
perlu diberi kesempatan merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan
menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari
masalah-masalah yang diketahui tersebut (Silver & Cai, 1996).
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di
atas, maka dirumuskan pengertian problem posing adalah perumusan atau pembuatan
masalah/soal sendiri oleh siswa berdasarkan stimulus yang diberikan. Pendek
atan probelem posing (pengajuan masalah) dapat dilakukan secara individu atau
kelompok (classical), berpasangan (in pairs) atau secara berkelompok (groups).
Masalah matematika yang diajukan secara individu tidak memuat intervensi atau
pemikiran dari siswa yang lain. Masalah tersebut adalah murni sebagai hasil
pemikiran yang dilatar belakangi oleh situasi yang diberikan. Masalah
matematika yang diajukan oleh siswa yang dbuat secara berpasangan dapat lebih
berbobot, jika dilakukan dengan cara kolaborasi, utamanya yang berkaitan dengan
tingkat keterselesaian masalah tersebut. Sama halnya dengan masalah matematika
yang dirumuskan dalam satu kelompok kecil, akan menjadi lebih berkualitas
manakala anggota kelompok dapat berpartsipasi dengan baik (Hamzah, 2003: 10).
Dalam pelaksanaannya dikenal beberapa jenis model problem posing antara lain:
Dalam pelaksanaannya dikenal beberapa jenis model problem posing antara lain:
1. Situasi problem posing bebas, siswa diberikan
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang
dikehendaki . Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari
sebagai acuan untuk mengajukan soal.
2. Situasi problem posing semi terstruktur,
siswa diberikan situasi/informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk
mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah
dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan
konsep tertentu.
3. Situasi problem posing terstruktur, siswa
diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut
siswa diminta untuk mengajukan soal baru.
Problem posing adalah kegiatan perumusan soal atau masalah oleh peserta didik.
Problem posing adalah kegiatan perumusan soal atau masalah oleh peserta didik.
Peserta didik hanya diberikan situasi tertentu sebagai
stimulus dalam merumuskan soal/masalah. Berkaitan dengan situasi yang
dipergunakan dalam kegiatan perumusan masalah/soal dalam pembelajaran
matematika, Walter dan Brown (1993: 302) menyatakan bahwa soal dapat dibangun
melalui beberapa bentuk, antara lain gambar, benda manipulatif, permainan,
teorema/konsep, alat peraga, soal, dan solusi dari soal. Sedangkan English
(1998) membedakan dua macam situasi atau konteks, yaitu konteks formal bisa
dalam bentuk simbol (kalimat matematika) atau dalam kalimat verbal, dan konteks
informal berupa permainan dalam gambar atau kalimat tanpa tujuan khusus
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing mungkin
bukan suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan. Pendekatan ini pada awal
tahun 2000 sempat menjadi kata kunci di setiap seminar pembelajaran, khususnya
pembelajaran matematika. Meskipun pendekatan ini lebih dikembangkan dalam
pembelajaran matematika, namun belakangan ini pembelajaran fisika dan kimia
juga menggunakan pendekatan ini. Dan tidak menutup kemungkinan pendekatan ini
juga sudah dikembangkan dalam pembelajaran rumpun IPS dan bahasa.
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing bisanya
diawali dengan penyampaian teori atau konsep. Penyampaian materi biasanya
menggunakan metode ekspositori. Setelah itu, pemberian contoh soal dan
pembahasannya. Selanjutnya, pemberian contoh bagaimana membuat masalah dari
masalah yang ada dan menjawanya. Kemudian siswa diminta belajar dengan problem
posing. Mereka diberi kesempatan belajar induvidu atau berkelompok. Setelah
pemberian contoh cara membuat masalah dari situasi yang tersedia, siswa tidak
perlu lagi diberikan contoh. Penjelasan kembali contoh, bagaimana cara
mengajukan soal dan menjawabnya bisa dilakukan, jika sangat diperlukan.
Penerapan dan penilaian yang cukup sederhana dari
pendekatan ini, yaitu dengan cara siswa diminta mengajukan soal yang sejenis
atau setara dari soal yang telah dibahas. Dengan cara ini kita bisa melihat
sejauh mana daya serap siswa terhadap materi yang baru saja di sampaikan. Cara
yang seperti ini sangat cocok digunakan dalam pembelajaran untuk rumpun mata
pelajaran MIPA. Melalui tugas membuat soal yang setara dengan soal yang telah
ada, kita bisa mencermati bagaimana siswa mengganti variabel-variabel yang
dikatahui lalu mencari variabel yang ditanyakan.
Bagi siswa yang memiliki daya nalar diatas rata, pendekatan seperti ini memberikan peluang untuk melakukan eksplorasi intelektualnya. Mereka akan tertatang untuk membuat tambahan informasi dari informasi yang tersediakan. Sehingga pertanyaan yang diajukan memiliki jawab yang lebih kompleks. Sedangkan bagi anak yang berkemampuan biasa cara ini akan memberikan kemudahan untuk membuat soal dengan tingkat kesukaran sesuai dengan kemampuannya.
Bagi siswa yang memiliki daya nalar diatas rata, pendekatan seperti ini memberikan peluang untuk melakukan eksplorasi intelektualnya. Mereka akan tertatang untuk membuat tambahan informasi dari informasi yang tersediakan. Sehingga pertanyaan yang diajukan memiliki jawab yang lebih kompleks. Sedangkan bagi anak yang berkemampuan biasa cara ini akan memberikan kemudahan untuk membuat soal dengan tingkat kesukaran sesuai dengan kemampuannya.
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing dapat
juga dimulai dari membaca daftar pertanyaan pada halaman soal latihan yang
terdapat dalam buku ajar. Setelah itu baru membaca materinya. Cara ini
berkebalikan dengan cara belajar selama ini. Tugas membaca yang diperintahkan
pada siswa biasanya bermula dari materi, lalu menjawab soal pada halaman
latihan. Kelebihan membaca soal terlebih dahulu baru membaca materi, terletak
pada fokus belajar siswa. Ketika siswa membaca pertanyaan terlebih dahulu, maka
mereka akan berusaha untuk mencari jawaban dari pernyaan yang telah mereka
baca. Tapi lain masalahnya ketika dibalik. Bila membaca materi terlebih dahulu,
maka ketika sampai pada bagian soal latihan, ada kemungkinan siswa akan
membacanya kembali atau membuka-buka bagian yang telah dibaca untuk menjawab
soal yang ada. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk cara belajar membaca materi
terlebih dahulu, lebih banyak dibandingkan dengan cara belajar membaca soalnya
setelah itu baru membaca materinya.
Pada pembelajaran bahasa Indonesia , pembelajaran dengan
pendekatan problem posing akan melatih sikap kritis dan cara berfikir divergen.
Misalnya, seorang guru cukup membagi-bagikan foto kopian sebuah artikel yang
diambil dari majalah atau koran. Berdasarkan artikel tersebut, siswa diminta
membuat pertanyaan dan jawabannya. Maka akan muncul ratusan pertanyaan dan
jawaban hanya berdasarkan sebuah artikel. Mungkin akan lebih dari itu. Sebab
aspek kebahasaan yang dimuat dalam sebuah artikel banyak sekali.
Sebenarnya banyak cara bagaimana mengaktifkan siswa.
Salah satunya melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Melalui
pendekatan ini mereka bisa terangsang untuk mengembangkan pengetahuannya dengan
cara yang mudah dan murah. Pengetahuan siswa dengan pendekatan ini, bisa
dikembangkan dari yang sederhana hingga pada pengetahuan yang kompleks. Selain
itu, dengan pendekatan tersebut siswa akan belajar sesuai dengan tingkat
berfikirnya. Karena antara siswa yang pandai dengan yang kurang pandai tidak
diperlakukan sama. Mereka akan belajar dengan problem posing sesuai dengan
pengetahuaan mereka yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan pendekatan ini diharapkan
siswa lebih bersemangat, kritis dan kreatif. Walhasil, dengan pendekatan
problem posing siswa diharapkan lebih peka terhadap masalah yang timbul
disekitanya dan mampu memberikan penyelesaian yang cerdas.
Sebagai ilustrasi tentang perumusan soal, berikut
disajikan contoh pembelajaran objek matematika yang berupa teorema, yang
dikutip oleh Sutiarso dalam Brown dan Walter (1990).
Guru
: “Anak-anak, perhatikan persamaan x2 + y2 =
z2, carilah nilai x, y, dan z yang memenuhi persamaan tersebut!”
Siswa
: “Saya
ingat, itu seperti persamaan dalam Pythagoras, tentu nilai x = 3, y = 4, dan z
= 5”.
Guru
: “Bagus! Sekarang apakah ada x, y, dan z yang lain?”
Siswa
: “Ada . Berapa ya?”
Guru : “Nah,
sekarang tulis nilai x, y, dan z sebanyak-banyaknya di buku kalian!”
(Setelah siswa menulis
hasilnya, guru melanjutkan pertanyaan)
Guru : “Anak-anak,
setelah kita menentukan x, y, dan z yang sesuai, sekarang buatlah satu pertanyaan
dari persamaan tersebut”
Siswa : “Bagaimana
caranya pak?”
Guru : “Baik,
sekarang Bapak akan menunjukkan contoh merumuskan soal, misalnya, siapakah
penemu pertama pesamaan itu?, atau Apakah nilai x, y, dan z selalu bilangan bulat?.
Bagaimana, mudah bukan?”
Siswa : “Baik
pak, kami akan mencobanya.”
Berdasarkan ilustrasi di atas, Brown dan Walter (Sutiarso,
2000) menjelaskan bahwa perumusan soal dalam pembelajaran matematika memiliki
dua tahapan kegiatan kognitif, yaitu accepting (menerima), dan challenging
(menantang). Tahap menerima adalah suatu kegiatan siswa menerima
situasi-situasi yang diberikan guru atau situasi situasi yang sudah ditentukan,
sedangkan tahap menantang adalah suatu kegiatan siswa menantang situasi
tersebut dalam rangka perumusan soal. Dalam contoh ilustrasi di atas,
tahap accepting-nya Siswa menerima situasi berupa persamaan
x2 + y2 = z2, sedangkan tahap challengingnya,
Siswa menantang situasi persamaan tersebut dengan merumuskan soal
Artikel Terkait :
- Metode Inkuiri Kompetitif 6
- Metode Inkuiri Kompetitif 5
- Metode Inkuiri Kompetitif 4
- Metode Inkuiri Kompetitif 3
- Metode Inkuiri Kompetitif 2
- Metode Inkuiri Kompetitif 1
- Inovasi Metode Pembelajaran, Jigsaw Kompetitif 3
- Inovasi Metode Pembelajaran, Jigsaw Kompetitif 2
- Inovasi Metode Pembelajaran, Jigsaw Kompetitif 1
- Metode Examples Non Examples dan Kuantum
- Metode Jigsaw dan TGT
- Metode Debat dan Picture and Picture
- Kooperatif Learning
- Metode Problem Possing
- Metode CTL dan Learning Cycle
- Startegi Inkuiri
- Metode karya wisata, ekspositori
- Metode kerja kelompok, problem solving, drill
- Latihan UAS Gasal Indonesia kelas 7 SMP
- Modul SMP, Cerita Anak
- Modul SMP, Tema Dongeng
- Modul SMP, Surat Pribadi
- Modul SMP, Membaca Cepat
- Modul SMP, Mendengarkan Teks Berita
- Modul SMP, Teknik Menceritakan Kembali
- Modul SMP, Latihan Soal Bahasa Indonesia kelas 7
- Modul SMP, Teknik Bercerita
- Modul SMP, Dongeng
- Modul SMP, Buku Harian
- Modul SMP, Memindai Kamus
- Modul SMP, Sinonim dan Antonim
- Modul SMP, Mendengarkan Berita
- Metode Pembelajaran, Metode Tanya Jawab
- Metode Pembelajaran, Metode Tugas dan Resitasi
- Metode Pembelajaran, Metode Simulasi
- Metode Pembelajaran, Metode Diskusi
- Metode Pembelajaran, Metode Demonstrasi
- Metode Pembelaran, Metode Ceramah
- Metode Pembelajaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar